Manusia purba
yang ada di indonesia (jawa)
- Manusia
Jawa atau Pithecanthropus erectus, yang sekarang telah diperbaiki namanya
sebagai Homo erectus, ditemukan Eugene Dubois tahun 1891 di dekat Trinil di
Pulau Jawa. Usianya tidak pasti, namun diperkirakan sekitar 700 ribu tahun.
Temuan ini berupa tudung tengkorak yang sangat tebal dan datar, beberapa gigi
(yang mungkin sebenarnya milik orangutan). Setahun kemudian ditemukan lagi
sebuah femur (tulang paha) sekitar 12 meter jauhnya (Theunissen, 1989). Ukuran
otak sekitar 940 cc. Trinkaus dan Shipman (1992) mengatakan bahwa sebagian
ilmuan sekarang yakin bahwa ini tulang paha manusia biasa namun hanya beberapa
referensi menyebutkan hal ini.
Banyak kreasionis mengklaim kalau manusia purba dari
jawa, yang ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1893, tidaklah ilmiah.
Gish (1985) mengatakan kalau Dubois menemukan dua tengkorak manusia di dekat
Wajak pada kedalaman yang sama dan menyembunyikan fakta ini; lalu Dubois
kemudian memutuskan Homo Wajakensis adalah gibbon raksasa; dan bahwa tulang
belulang tidak berasal dari individu yang sama. Sebagian orang akan merasa
klaim Gish mengejutkan; tengkorak-tengkorak Wajak ditemukan 100 kilometer
jauhnya di pegunungan dari lokasi penemuan manusia jawa. Begitu juga untuk
“kedalaman” yang sama: tengkorak wajak ditemukan dalam endapan gua di
pegunungan, sementara manusia Jawa ditemukan dalam endapan sungai di dataran banjir
(Fezer, 1993). Tidak benar kalau Dubois menyembunyikan keberadaan tengkorak
Wajak karena pengetahuannya akan menyanggah manusia jawa. Dubois melaporkan
secara singkat mengenai tengkorak Wajak dalam tiga publikasi terpisah tahun
1890 dan 1892. Walaupun diperbaiki dalam sebuah perdebatan tahun 1982 dan dalam
percetakan (Brace, 1986), Gish terus membuat klaim ini walaupun sepertinya
tidak pernah membaca laporan Dubois bahwa ia tidak pernah menyebutkan tengkorak
Wajak (Feezer, 1993).
Lubenow memang mengetahui keberadaan makalah-makalah
Dubois, namun berpendapat bahwa karena laporan birokrasi tidak ditujukan untuk
masyarakat ilmiah, Dubois masih bersalah menyembunyikan tengkorak Wajak. Hal
ini juga salah; jurnal ilmiah tempat penerbitan makalah Dubois, walaupun kabur,
tersebar di Eropa dan Amerika, dan adalah bagian dari literatur ilmiah. Ia
tersedia di banyak perpustakaan besar dan sering dirujuk oleh peneliti modern
(Brace, 1996).
Berdasarkan teorinya sendiri mengenai bagaimana otak
berevolusi dan pikiran berharap, Dubois memang mengklaim kalau manusia Jawa
adalah “genus raksasa yang berkaitan dengan gibbon” namun ini bukan berarti,
seperti di klaim kreasionis, merupakan penarikan klaim sebelumnya Dubois bahwa
ini merupakan perantara antara kera dan manusia. Dubois juga menunjukkan kalau
ia bipedal dan ukuran otaknya “Sangat terlalu besar untuk kera antropoid” dan
ia tidak pernah berhenti percaya kalau ia telah menemukan leluhur manusia modern
(Theunissen, 1989; Gould, 1993; Lubenow, 1992).
Tengkorak
Manusia Modern
Kreasionis benar atas satu hal. Sebagian besar ilmuan
modern setuju kalau femur lebih muda daripada tudung tengkorak, dan merupakan
milik manusia modern. Sebagian gigi yang ditemukan di dekat daerah tersebut
sekarang juga ditemukan berasal dari seekor orangutan, bukannya Homo erectus.
Penting untuk mendengarkan pernyataan Gish (1993)
mengenai kualitas kemiripan tudung tengkorak dengan kera:
“Sekarang kita melihat kalau tudung tengkorak ini
sangat mirip kera; perhatikan kalu tidak ada kening, sangat datar, ciri khas
kera. Perhatikan tonjolan alis yang besar, juga ciri khas kera”.
Walau begitu, tudung tengkorak ini bukan milik kera
manapun, dan khususnya bukan gibbon. Ia jauh terlalu besar (940 cc, bandingkan
dengan gibbon yang hanya 97cc), ia sama dengan banyak sekali fosil Homo erectus
yang telah ditemukan. Salah satunya adalah fosil Sangiran 17, juga ditemukan di
Jawa. Tengkorak ini, yang tidak pernah disebutkan oleh para kreasionis,
merupakan tengkorak yang nyaris lengkap dan jelas merupakan manusia primitif.
Yang lainnya adalah fosil Bocah Turkana dan ER 3733,keduanya disebut kreasionis
sebagai fosil manusia.
Tengkorak
gibbon dan manusia jawa
Bila anda mencoba memilih apakah manusia jawa itu kera
atau manusia, pilihan terbaik adalah menyebutnya manusia, namun Lubenow (1992)
tampaknya satu-satunya manusia yang mengatakan demikian. Walau begitu, ia
berusaha menyingkirkan Manusia jawa sebagai manusia primitif dengan menggunakan
bukti fauna untuk menunjukkan ia berusia yang sama dengan tengkorak Wajak.
Lubenow memberi kutipan berikut dari Hooljer (1951):
“Tapirus indicus, diduga punah di Jawa sejak
Pleistosen Tengah, terbukti ada dalam koleksi Dubois dari situs Wajak, Jawa
Tengah, yang berusia zaman Pleistosen akhir.”
Lubenow mengatakan kalau karena spesies tapir ini
ditemukan di Trinil (situs Manusia Jawa ditemukan) dan fauna Wajak, fosil-fosil
ini mungkin berusia sama. Kesimpulan ini dipaksakan oleh tiga kutipan lain dari
Hooljer, semuanya menunjukkan kesulitan dalam menggunakan metode fauna untuk
menandai usia fosil Jawa. Argumen Lubenow runtuh atas sejumlah alasan.
Lebih heboh
dari spongebob BC (Before Comedy)
Bahkan bila metode fauna sepenuhnya tidak sah, ia
tidak mendukung bukti Manusia Wajak dan Manusia Jawa berusia sama. Yang paling
bisa diklaim adalah usia keduanya tidak diketahui. Walau begitu Hooljier tidak
pernah mengatakan kalau metode fauna tidak berguna atau kalau fauna Wajak dan
Trinil itu sama.
Sejauh ini resolusi paling sederhana keberadaan tapir
tersebut adalah, dikatan Hooljer, Tapirus indicus bertahan lebih lama daripada
yang diduga sebelumnya di Jawa (Lubenow memang mengakui kemungkinan ini). Hal
ini konsisten dengan sisa bukti lainnya. Fauna wajak adalah modern, dan
karenanya manusia Wajak diduga kurang dari 50 ribu tahun, dan lebih mungkin
sekitar 100 ribu tahun usianya. Fauna Trinil mengandung lebih banyak spesies
punah, dan karenanya lebih tua.
Pada dasarnya, Lubenow berpendapat kalau Manusia Wajak
dan Manusia Jawa berusia sama karena satu spesies tapir ada pada kedua fauna,
mengabaikan kalau ada banyak spesies lainnya yang tidak ada pada kedua fauna
sekaligus, dan bahwa spesies punah hanya ada di fauna Trinil.
Lubenow mengklaim kalau Dubois menyembunyikan fosil
Wajak karena keberadaan tapir akan bertentangan dengan klaimnya bahwa Manusia
jawa lebih tua dari Wajak. Hal ini sepertinya tidak mungkin karena Dubois
adalah salah satu kolektor terawal di Jawa, dan informasi detail tentang fauna
Jawa belum disusun hingga berpuluh tahun kemudian (Hooljer, 1951).
Tapir itu mungkin tidak disingkirkan untuk disebutkan
oleh Hooljer karena ia adalah anomali, seperti yang diduga Lubenow. Ia mungkin
menarik karena spesies tapir ini masih hidup di Asia Tenggara, dan tidak punah,
seperti diklaim Lubenow. (Hooljer hanya mengatakan kalau ia telah punah di
Jawa, bukan di tempat lain).
Spesimen
Sangiran 2
Spesimen
Trinil 2
Parker (Morris dan Parker 1982) menyatakan kebingungan
yang dipertimbangkan Johanson (1981) untuk memandang Manusia Jawa sebagai fosil
yang sah. Ia tentu saja fosil yang sah karena tudung tengkoraknya bukan milik
manapun, namun Parker semata menyingkirkan hal ini sebagai tidak ilmiah. (Ia
tampaknya berpendapat kalau itu kera, namun tidak menyatakannya secara
eksplisit).